Mengatasi Kelangkaan Garam dengan Teknologi Rumah Prisma

Belakangan ini sedang marak masalah garam di Indonesia. Mulai dari langkanya garam sehingga menyebabkan harga garam melambung tinggi di pasaran, hingga berita mengenati keputusan pemerintah untuk mengimport garam. Pasalnya, laut kita ini luas sehingga banyak masyarakat yang bertanya-tanya kenapa pemerintah harus import garam.

Hal ini dikarenakan, jumlah produksi garam yang tidak sebanding dengan tingginya permintaan. Selain itu, para petani garam juga sangat bergantung pada cuaca, sehingga jika cuaca buruk dapat menyebabkan garam menjadi rusak. Tentu saja hal ini membuat para petani garam menjadi rugi.

Berdasarkan hal inilah Wapres  Jusuf Kalla mengadakan pertemuan untuk membahas teknologi terbaru dalam industri garam. Dengan menggunakan teknologi ini dapat menghemat waktu untuk memproduksi garam yang biasanya 14 hari menjadi hanya 4 hari.

Dalam pertemuah ini dihadiri oleh pejabat terkait seperti Kepala Badan Penkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) , Unggul Priyanto, Menko Kemaritiman, Luhut Panjaitan, dan Menko Perekonomian, Luhut Panjaitan. Pertemuan ini diadakan di rumah dinas Wapres , Menteng, Jakarta Pusat.

Rumah prisma garam

Rumah Garam dengan Bentuk Prisma

Sistem teknologi ini yaitu air laut tua dikumpulkan dan ditampung di dalam tandon atau wadah kemudian dialirkan ke dalam rumah prisma yang sudah dilapisi plastik pada bagian atapnya. Sedangkan pada bagian bawahnya dilapisi terpal.

Rumah Prisma atau rumah garam ini membutuhkan biaya Rp 4,5 Juta per unitnya. Dengan menggunakan rumah prisma ini maka para petani bisa lebih sering memanen garam tanpa harus takut hujan atau cuaca buruk. Kelebihan lainnya, para petani dapat memanen sebanyak 120-125 ton garam per hektar, tentunya jumlah ini lebih banyak dibandingkan petani konvensional yang hanya mampu memanen garam sebanyak 60-80 ton per hektarnya.

Namun, untuk memproduksi garam dalam waktu 4 hari dibutuhkan lahan sekitar 400 hektar. Nantinya, pilot project ini akan dilakukan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Menurut perhitungan BPPT, dengan teknologi ini maka jumlah garam yang dapat diproduksi sebanyak 50 ribu ton setiap tahunnya. Diharapkan dengan teknologi ini kebutuhan garam di Indonesia dapat terpenuhi sehingga impor garam kedepannya dapat tertutupi.

, , , ,