Melirik Sistem Eco-Drainase di Belanda untuk Mengurangi Banjir

Jakarta dikenal sebagai Jatung perekonomian Indonesia, banyak orang dari desa ingin mengadu nasib di ibu kota dengan harapan mampu mengangkat ekonomi keluarganya. Namun, ada permasalahan Jakarta yang tidak pernah selesai yaitu macet dan banjir yang seolah-olah sudah menjadi ikon untuk Kota Jakarta.

Beragam upaya dari pemerintah sudah dilakukan untuk mengurai kemacetan yang terjadi terutama pada jam sibuk. Selain macet, Jakarta juga menyimpan pekerjaan rumah yang harus cepat diperbaiki yaitu banjir menjadi masalah yang tidak bisa dihindari ketika musim hujan tiba. Penyebabnya adalah pendangkalan sungai, dan menumpuknya sampah pada irigasi dan gorong-gorong

Mungkin anda masih ingat ketika banjir datang hingga menenggelamkan pusat kota yaitu Bundaran Hotel Indonesia, sehingga menyebabkan kemacetan yang panjang, serta membuat pwarga sulit untuk beraktifitas dan diperparah dengan sampah yang ada dimana-mana karena luapan dari sungai.

Negara maju seperti Belanda telah menerapkan sistem pengelolaan tata air yang lebih maju dari negara-negara lainnya. Belanda benar-benar memanfaatkan alam untuk menghidupi kebutuhan manusia seperti Kincir Angin dan Kincir Air yang menjadi andalan negeri tersebut.

Belanda mempunyai kecanggihan eco-drainase yang ramah lingkungan untuk mengurangi banjir. Selain itu, sistem ini juga mampu untuk menjaga kualitas air agar tetap bersih dan jernih. Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh peneliti asal Belanda Van Wirdum pada tahun 1982.

drainase untuk mengurangi banjir
Sumber gambar : www.kompetiblog2013.wordpress.com

Eco-Drainase untuk Mengurangi Banjir

Sistem kerja drainase tersebut adalah memilah air hujan yang dianggap baik atau jernih dan selanjutnya air hujan yang tidak baik ke kanal atau laut. Air hujan terbagi menjadi dua yaitu air yang dianggap jernih dan air yang kotor. Air hujan yang dianggap jernih yaitu air hujan yang mengalir dari atap rumah, sedangkan air hujan yang kotor ialah air yang langsung turun ke jalan sehingga air akan tercampur dengan tanah, ban kendaraan dan lain-lain.

Air yang dianggap jernih tadi langsung dialirkan ke tanah yang permukaannya terdapat rumput-rumput hijau sebagai penyaring alami dari alam, Sehingga akan terserap oleh tanah. Sedangkan air hujan yang kotor yang ada dijalan akan terserap kedalam paving blok yang terdapat pada median jalan.

Pembuatan paving blok yang terdapat celah antar blok yang satu dengan yang lainnya, air akan terserap turun kedalam tanah melewati celah tersebut, disamping paving blok biasanya akan diberi lubang saluran irigasi yang berfungsi untuk mengurangi debit air yang ada dijalanan, sehingga air akan terserap melalui paving blok ataupun melalui saluran tersebut dan jalanan akan terbebas dar banjir.

Di Belanda, para kontraktor jalan tidak hanya berfikir untuk membut saluran pembuangan debit air saja, tapi juga berfikir untuk membuat resapan air. Sehingga, walaupun jumlah saluran irigasi di sana terbatas dan debit airnya cukup tinggi tapi jarang sekali dilanda banjir.

Pemerintah Indonesia diharapkan bisa mencontoh tata air dari negara maju seperti Belanda, sehingga ketika musim hujan datang tidak perlu khawatir akan banjir dan masyarakat tetap bisa melakukan aktifitasnya seperti biasa.

, , , ,